Senin, Februari 28, 2005

TOPENG, SEBUAH SIMBOL DENGAN DUA MAKNA

Mengunjungi Rumah Dunia kita akan merasa seperti berada di tempat penuh simbol. Kita suguhi berbagai macam benda dan ornamen yang tergantung di tiap ruangan. Lukisan karya anak-anak, caping, jaring ikan, centong nasi, topeng sampai sapu lidi pun tergantun . Apa maksudnya? Hanya Gola Gong, sang penguasa Pustaloka Rumah Dunia yang tahu maknanya.
Lewat tulisan ini saya ingin menelusuri dan sedikit mengupas tentang makna topeng yang terpasang di pintu masuk kiri Kedai Jawara. Ada hal yang menggelitik dan mengusik saya untuk menulis idiom topeng dalam tulisan ini. Mengapa topeng yang dipasang di pintu. Apakah ini sebuah simbol pesan yang ingi disampaikan oleh Gola Gong. Mencoba menerka tentu bukan hal yang salah tentunya.
Dalam kesustraan Cirebon menurut Jacob Sumardjo dalam buku Filosofi Topeng Cirebon, topeng adalah simbol penciptaan semesta yang berdasarkan sistem kepercayaan Indonesia purba dan Hindu-Budha-Majapahit. Paham kepercayaan asli, di mana pun di Indonesia, dalam hal penciptaan, adalah emanasi. Paham emanasi ini diperkaya dengan kepercayaan Hindu dan Budha. Paham emanasi tidak membedakan Pencipta dan ciptaan, karena ciptaan adalah bagian atau pancaran dari Sang Hyang Tunggal.
Siapakah Sang Hyang Tunggal itu? Dia adalah ketidak-berbedaan. Dalam diriNya adalah ketunggalan mutlak. Sedangkan semesta ini adalah keberbedaan. Semesta itu suatu aneka, keberagaman. Dan keanekan itu terdiri dari pasangan sifat-sifat yang saling bertentangan tetapi saling melengkapi. Pemahaman ini umum di seluruh Indonesia purba, bahkan di Asia Tenggara dan Pasifik. Dan filsuf-filsuf Yunani pra-Sokrates, filsuf-filsuf alam, juga mengenal pemahaman ini. Boleh dikatakan, pandangan bahwa segala sesuatu ini terdiri dari pasangan kembar yang saling bertentangan tetapi merupakan pasangan, adalah universal manusia purba.
Dalam makna keseharian topeng bisa diartikan diri yang ingin memperoleh citra lain atas dirinnya sendiri. Pencitraan yang dibuat biasanya mengunggulkan diri sendiri dihadapan publik. Baik yang terang terang-terangan maupun secara tersembunyi. Ada yang ingin dianggap sebagai ulama bertopenglah dia seperti ulama dengan kopiah dan jumbah religius serta sabda-sabda Tuhan yang diri sendiri belum tentu melaksanakan. Atau mereka yang ingin dinggap sebagai penderma menyumbang dengan pamrih tersirat dari setiap rupiah yang diberikan. Makin besar rupiah yang diberi ada hasrat untuk memiliki sesuatu ytang lebih besar pula.
Tinggal sekarang makna topeng mana yang akan kita pilih. Mencari simbol penciptaan itu sendiri atau untuk menutupi keburukan diri.(damarati)

Tidak ada komentar: