Kamis, November 10, 2011

Pada Sebuah Cerpen

November hadir begitu kuyup setelah gersang begitu garang pada bilangan bulan sebelumnya tak pelak basah menjadi karunia terindah. Musim mulai purik karena tak mau dilirik aneka metode ramalan cuaca yang menurutku sudah tak lagi menarik. Sebagaimana semua mahfum nama bulan kini tak identik bergandengan dengan musim yang menyertainya. Tak terprediksi unpredictable dan untouchable.
Sama halnya dengan musim tak teramal, ada saja hal tak terduga menerpa. Seorang kawan memintaku sesuatu yang tak dinyana, kembali menulis, bukan tentang demand forecasting, inventory control, supply chain optimization management, warehouse  management atau SAP yang tiap hari kenyang dan nanar kupelototi. Pinta kawanku ini adalah kutulis cerita pendek Awalnya tema yang diangakat tentang pergantian tahun namun tak habis sejurus tema lokalitas menyeruak dari labirin yang entah tapi tetap sah. 
Jika saja bukan GolAgong yang meminta atas dasar cintanya pada Rumah Dunia yang menjadi tempat cintaku pula bersemi pada volunteerism, ringan akan kutolak permintaan ini Pada sudut latar lain cerpen ini akan jadi bagian dari antalogi penulis nusantara yang hasil penjualannya nanti akan disumbangkan untuk pembebasan tanah Rumah Dunia . Madrasah ini harus tetap ada dan berkembang menjadi bola salju harus terus menggelinding hingga bisa menjebol dinding ketidakpedulian, kesunyian pada lentara pengetahuan dan pengubur benih apatis pada keadaan yang kian pragmatis-oportunis. 
Mengutip dari kisah Gol A Gong, mimpi rumah dunia menjadi gelanggang remaja semoga menjadi nyata.

''Saat saya SMA, saya terkesan sekali dengan Taman Ismail Marzuki, Gelanggang Remaja Bulungan dan Gelanggang Remaja Merdeka Bandung. Anak-anak remaja difasilitasi; antara olahraga dan seni. Ini sejalan dengan ungkapan "Mens sana in corpore sano", kalimat sakti pujangga Romawi, Decimus Iunius Iuvenalis, yang ditafsirkan “di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat”. Saya ingin antara olahraga dan seni berdampingan. Para olahragawan memiliki cita rasa seni atau para seniman tubuhnya sehat.....
Kini, wujud gelanggang remaja itu mulai tampak; gedung perpustakaan, cafe baca, panggung, lapangan olahraga (futsal), bak lompat jauh, dan saung-saung untuk pameran buku atau lukisan. Tentu saya berharap, setelah tanah Rumah Dunia ini lunas - pada 1 Januari 2011 harus melunasi sejumlah Rp. 150 juta lagi - akan dibangun lapangan basket, ruang tertutup serba guna untuk pertunjukkan kesenian, seminar/diskusi, secretariat bersama untuk oranisaswi literasi, WC umum, dan toko buku.
Dananya dari mana? Hmm, saya selalu mengtatakan, “Allah akan bekerja dengan caranya yang mistreius!” Aku yakin, dana itu akan datang lewat perantara orang-orang baik yang bertebaran di muka bumi ini.
Ah, itu mimpi! Saya yakin, itu bukan mimpi, tapi itulah gagasan yang mengkristal menjadi cita-cita. Dan Allah sudah menjanjikan; jika kita memiliki cita-cita, maka berusaha dan berdoalah! Dan cita-cita saya ini adalah cita-cita semua, yang ingin melihat anak bangsa ini tumbuh sehat dan memiliki hati yang lembut, sehingga lahir generasi baru yang kuat, sehat, cerdas, berani, kritis, jujur, kreatif, inovatif, progresif, dan mandiri!
Kita sudah melakukannya bersama-sama sejak tahun 2000!
Itulah Rumah Dunia, rumah kita bersama. Warisan untuk masa depan! (*)"- Gol A Gong

OK, deadline 1 December 2011 tulisan masuk sudah ditentukan jadi let's keep posting cerpen :)

Selasa, Oktober 11, 2011

Menjadi Terluka Adalah Berharga

Karawang malam ini masih riuh seperti hari kemarin. Kemarin seperti baru saja terjadi. Terjadi seperti mimpi. Biasanya mimpi basah selalu cepat berlalu karena bukan mimpi bertemu hantu. Dalam banyak hal yang tak sama semua pilihan dapat saja hilang, entah diharapkan atau mengalir biasa saja karena harus jujur tak ada rasa tuk hadir apa pun, siapa pun di hati. Sendiri saat ini.
Sangat nyata waktu adalah misteri wajib diamini. Waktu menurut Bang Wikipedia dikutipnya dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Aku menolaknya! Jika kita diam atau tidur waktu juga tetap berjalan. Tak ada rangkaian, sama sekali tak berbuat, sedikit tepat dikatakan berlangsung. 
Sekarang balik lagi ke judul di atas apa korelasinya waktu dengan terluka? Koneksinya itu apa? Apalagi menjadi berharga, apa ada ini? Begini kawan, pada rentang jatah usia ku ada titik dan garis ketika terluka harus dinikmati. Seperti di jalan buntu menahan lebam memar akibat keadaan tak bisa tertolak. Keadaan yang tak bisa tertolak sekali lagi. Aku menyebutnya sebagai proses memeram benih kedewasaan dengan kata yang religius disebut sabar. 
Masa itu jika bisa melaluinya akan kita nikmati buah bahagia bisa berupa cinta bersama orang tersayang, membaui wangi bunga berbunga serta menggauli hangat matahari pagi. Saat itu tak ada yang ingin mati atau pergi. Menjadi luka akan dibawa waktu dengan kata lupa.

Menyambung titik lewat Ngeblog daripada illfill liat Timnas vs qatar