Selasa, Agustus 16, 2005

Aku Merinding

nurani luluh
anak bangsa tercabik
tak kuasa mengaduh
Isak telah lama sesak
ruang kalbu buntu
Iring-iringan keranda
mengibarkarkan bendera
bertuliskan busung lapar
umbul-umbul lumpuh layu
pengusungnya berjamaah
memakai bendana
bertuliskan ”tidak lulus“
Di gedung beratap hijau
secuil jelma minta kenaikan tunjangan
mengeluh dua puluh juta tak cukup
Padahal mereka dahulu
mengajukan diri
untuk jadi wakil
yang busung lapar,
yang lumpuh layu,
yang tidak lulus,
yang ...masih banyak
yang menggigil dan merinding
hingga kering
untuk raih sekeping
penyambung nafas hingga hening
Aku merinding menyaksikan semua
telanjang di depan mata

Nyanyian Sunyi

Mentari bisa menari
esok
ketika ayam berkokok
biarkan jendela terkatup
angin tak sepoi bertiup
Pergi adalah pasti
karena pengembara selalu sunyi

Tidurkan aku

Tuhan...
Dalam terjaga masih kusebut namaMu
Bila sayap mimpi membawaku
ingin kusebut pula namaMu
menunggu sebuah penantian
tiba utusanMu jemput aku
dalam keabadian yang Kau janjikan
Jangan panggil aku
ketika masih kusangsikan
damai berbaring di sisi-Mu
tanpa terganggu kenisbian waktu

Aku Yang Tak Membumi

Pada kenyataan
Yang mendasari aku berpikir
Mengolah segala logika
bermuara pada pemahaman
Bahwa aku mencintaimu
Tanpa kecuali sisi terluar dirimu
Utuh tak runtuh oleh waktu

Bias muram gambaran
nyata di awal
cerita dirajut atas rasa suka
tanpa alasan
Keinginan keutuhan
Kesungguhan sebenarnya
Atas nama cinta

Senin, Agustus 15, 2005

HIDANGAN TUBUH

Tayangan teve
menjual dada
Paha, payudara
kelamin busuk
dari jiwa dan tangan terkutuk

Sampah ini
terus meracuni
Setiap hari
Ruang ingatan
lubuk buaian
lenyap rentan

Aku yang memahat hari
Demi sekeping harapan
akan perbaikan
bukan racun yang terus jadi santapan

Perspektif Rasa

Perspektif Rasa