Selasa, November 25, 2008

EINS TREND


Satu lagi hal yang menjadi rutinitas di Subang adalah kemacetan saat pulang kerja. Satu jam adalah waktu paling cepat bisa lolos dari jerat macet. Lokasi kemacetan sebenarnya adalah di depan PT Eins Trend, sebuah perusahaan garmen yang sebagian besar karyawannya adalah perempuan. Akar permasalahan dari kemacetan adalah banyaknya angkot yang berhenti di depan pintu gerbang PT. Eins Trend.

Jika manajemen Eins Trend mau sedikit bijaksana seharusnya masalah kemacetan ini tidak perlu terjadi. Caranya sederhana, angkot yang ngetem di depan pintu gerbang yang menghabiskan ruas badan jalan diatur untuk masuk ke kawasan pabrik. Ini akan menghilangkan penumpukan angkot dan jalan menjadi tertib. Cara lain adalah dengan menyediakan jemputan buat karyawan Eins Trend. Karena jujur harus diakui manajemen Eins Trend umlah karyawan sekitar seribuan tersebut berkontribusi pada kemacetan.

Masalah ini hendaknya segera disikapi dengan baik agar masyarakat pengguna jalan lainnya tidak terganggu dengan kondisi ini. Semoga ketidaknyamanan yang aku alami tidak terulang untuk orang lain.

Rabu, Agustus 27, 2008

PERKASA YANG SUDAH TAK LAGI PERKASA


Sudah menginjak bulan ke delapan aku supervisi di Perkasa Heavy Engineering (PHE) Subang. PHE menrupakan salah satu perusahaan group Texmaco. Nama besar Texmaco mungkin lebih akrab didengar masyarakat dibandingkan PHE. Seperti semua sudah mahfum Texmaco, perusahaan kolosal yang ambruk akibat deraan badai krisis moneter tahun 1998 dalam kondisi terseok, hidup segan mati tak mau.

Aku tak akan bercerita bagaimana rumitnya skandal Texmaco, aku hanya ingin mengali pengalaman yang kurasa dengan panca indra selama delapan bulan berinteraksi dengan PHE. Sederhana saja dimulai pada bus jemputan membawaku dari hotel.

Senin, Agustus 11, 2008

Aku adalah relawan?


Pertannyaan di atas mengusikku. Relawan, kuartikan bebas adalah orang yang rela, tanpa pamrih berbuat untuk orang lain untuk kebaikan. Di tepi pantai anyer, reuni kelas menulis kerelawananku, aku sangsikan. Jika menengok kebelakang saat masa bebas begitu jaya. Menjadi relawan di rumah dunia. Sering berkunjung bahkan menginap. Menggagas kegiatan, menjalankannya dengan penuh sukacita. Kini waktu sudah terasa kian sempit. Bagiku kerelawanan telah tergerus pekerjaan, menohok dan menyita kebebasan. Namun pastinya, semangat kerelawanan masih kujaga agar tak padam. Hingga nanti diwaktu yang tepat, ada obor yang siap dinyalakan. Kupercikan api semangat ini hingga nyala "damar"ku lagi.

SUBANG, AGUSTUS 2008


Saya sudah bekerja sejak delapan tahun yang lalu. Keputusan ini diambil salah satunya karena pilihan bekerja menjadi dominan dibanding melanjutkan sekolah. Ya, apalagi aku lulusan sekolah kejuruan. Sepengetahuan waktu itu, bekerja adalah pilihan yang lebih realistis dibandingkan sekolah, kursus atau nongkrong bahkan menganggur. Bekerja juga digenapkan menjadi putusan yang bulat karena kebutuhan merongrong tak memberi jeda untuk memalingkan arah. Hidupku untuk bekerja, mau tidak mau, tidak suka atau suka.

Saya meyakini dengan bekerja hidup akan bermakna lebih dalam. Bekerja memberi arti tersendiri dari sekian rentang kehidupan umur manusia. Dua kalimat tadi rasnya kini artinya mulai bergeser, tak seagung itu. Bermakna! Seperti apa? Bekerja mencari bendabenda, mengejar karier, strata sodial, lebih mantap di mata mertua, atau agar dipujapuja manusia lainnya. Arti bekerja kini tak lebih dari menjual waktu pada pemegang modal, kapitalisme menggurita, mencengkeram setiap sendi urat tulang serta organ ragawi diri ini. Terkadang mengeranyangi batin dan alam sadar. Celakanya, bekerja sekarang seperti memperbudak diri secara sukarela dalam masa produktif hidupku.

Lalu, aku nasehati diriku sendiri. Begini bunyi wejangannya "Kehidupan dunia adalah halte yang harus kamu singgahi, dia tidak membenamkan kamu selamanya. Dan bekerja adalah cemilan yang lezat kamu santap saat menunggu. Dengannya tujuan hakiki hidup dan penciptaan kurang lebih terlengkapi".

Jumat, Juli 18, 2008

My Heaven, My Family


Ternyata sorga ada di dunia. Tak perlu menunggu kita dipanggil oleh Sang Khalik, Dia telah membenamkan surga di dunia. Dalam hati para manusia yang telah menikah, menemukan pasangan hidup, membinanya dengan kasih maka surga itu hadir dengan sendirinya. Benar dan aku membenarkan itu.

Aral melintang, onak dan percikan tak menyenangkan membuat pemacu buatku untuk bertahan dan menghadirkan bahagia. Karena kini bukan pembenaran kesenangan diri yang aku kejar, ada tanggung jawab yang lebih besar mengikuti aku. Aku seorang ayah!

Kamis, Mei 01, 2008

KEMBALI KE SUBANG

Waktu memang bukan aku yang tahu kemana larinya. Sesekali dia mengeliat dalam pusaran hingga memilin jalan kehiupan tanpa ampun dengan derita. Tapi bila aku mau jujur sesungguhnya waktu yang diberikan Allah lebih banyak mengayunku dalam damai, hingga terlelap hening dan tenang seperti bunyi nafas Sabda anakku.
Waktu juga memberi pilihan, dengan tenggang terbatas atau tanpa batas. Saat ini ditentukan aku untuk memilih. Kembali ke Subang, memiling tali hingga menjadi sekat yang kuat pada langkah kehidupanku ke depan nanti.

Sabtu, April 05, 2008

Meruya Panas

Pertemuan ke dua di semester ini
membakar di panas tak terelakan lagi
Dua mata kuliah hari sabtu
Berangkat dari rumah
Sudah masuk lagi
Duduk mematung mendengarkan teori

Ya ini pilihan yang menyenagkan
Kawan sungguh menyenangkan
Sekali lagi menyenangkan
Salam

Sabtu, Maret 29, 2008

MENJADI AYAH

Setumpuk masalah, penat memadat seraga sesumsum
merambat liar dari sadar pertahankan hidup berbekal keberanian
sesumbar bahwa dunia akan bisa tunduk setiap hela nafas
teriak lantang pada pemegang kehidupan. AKU!

Sedetik waktu ketika erangan akibat manusia baru
menerobos yoni dari hibaan doa tak henti
merapal tiap kecap membasah genangan darah
lalu senyap dan bergantilah. ANAKKU!

Mendamba kebaikan dari amanah terindah
tentu tauladan tak datang sendirinya
dia bukan merayap dari kolong nan gelap
kemudian menjadi pusat tarian ramarama

Satu ditiru satu
biar telaga jernih dari matanya
menjadi pemusnah dahagaku akan cinta
karena aku kini menjadi ayah




Sabtu, Januari 12, 2008

SABDA DAMARA PARINGING GUSTIHADI

Semua jika dari nadi, hati
terpilih meraih fitrahku
Dinding rahim mematah ragu
"Pesembahan anugrah apalagi kusemai?"

Jika ruh menyeluruh
Aku seluruh, penuh tak hanya peluh
tak cukup memberi teduh
Menerima suka setimbang bahagia
itu hanya jika penyatuan pada Dia

Sabda Damara Paringing Gusti