Senin, Agustus 11, 2008

SUBANG, AGUSTUS 2008


Saya sudah bekerja sejak delapan tahun yang lalu. Keputusan ini diambil salah satunya karena pilihan bekerja menjadi dominan dibanding melanjutkan sekolah. Ya, apalagi aku lulusan sekolah kejuruan. Sepengetahuan waktu itu, bekerja adalah pilihan yang lebih realistis dibandingkan sekolah, kursus atau nongkrong bahkan menganggur. Bekerja juga digenapkan menjadi putusan yang bulat karena kebutuhan merongrong tak memberi jeda untuk memalingkan arah. Hidupku untuk bekerja, mau tidak mau, tidak suka atau suka.

Saya meyakini dengan bekerja hidup akan bermakna lebih dalam. Bekerja memberi arti tersendiri dari sekian rentang kehidupan umur manusia. Dua kalimat tadi rasnya kini artinya mulai bergeser, tak seagung itu. Bermakna! Seperti apa? Bekerja mencari bendabenda, mengejar karier, strata sodial, lebih mantap di mata mertua, atau agar dipujapuja manusia lainnya. Arti bekerja kini tak lebih dari menjual waktu pada pemegang modal, kapitalisme menggurita, mencengkeram setiap sendi urat tulang serta organ ragawi diri ini. Terkadang mengeranyangi batin dan alam sadar. Celakanya, bekerja sekarang seperti memperbudak diri secara sukarela dalam masa produktif hidupku.

Lalu, aku nasehati diriku sendiri. Begini bunyi wejangannya "Kehidupan dunia adalah halte yang harus kamu singgahi, dia tidak membenamkan kamu selamanya. Dan bekerja adalah cemilan yang lezat kamu santap saat menunggu. Dengannya tujuan hakiki hidup dan penciptaan kurang lebih terlengkapi".

Tidak ada komentar: