Jumat, Maret 18, 2005

KEPADA BUNDA, ATAS NAMA CINTA

Dini hari ini kembali kuingat dirimu. Ingat tentang segala cinta tulus kau berikan untuk ku. Tanpa pamrih. Hanya kasih meski perih sering tertoreh di kulit, hati dan setiap penyadaranmu tuk bahagiakan aku. Kau wanita perkasa. Membesarkanku dalam genangan cinta yang tak pernah kering meski kemarau dan teriknya hidup telah menguapkan banyak cinta yang pernah kutemui. Cintamu abadi. Pantaslah Alloh nisbatkan bahwa surga ada di bawah telapak kakimu.

Bunda….
Masih kuingat dulu ketika kau ditinggal sendirian. Menjalini biduk kehidupan tanpa nahkoda. Sang nahkoda telah lupa akan janjinya. Bersandar dipelabuhan lain., ketika bidukmu diterpa badai di samudra bernama rumah tangga. Waktu itu aku hanya penumpang yang tak tahu kemana sebenarnya perahu ini berlayar. Sang nahkoda tak banyak bercerita tentang haluan yang ingin di singgahinya. Sampai suatu ketika kulihat dia pergi tinggalkan biduk. Melupakan dirimu. Sampai kini belum juga kumengerti jawabnya. Dan aku tak ingin tahu mengapa.

Sejak saat itu kau layari samudra kehidupan sendirian. Membawa aku dan adiku mengarunginya (sering kau sebut kami buah hatimu, buah cinta yang Alloh titipkan padamu). Bukan hanya badai yang kini kau temui. Batu karang pun tak membuatmu berpantang mengayuhkan sauh menuju pulau harapan. Karena sendiri, banyak perompak atau bajak laut yang mengganggu perjalanan kami. Dengan berbagai cara mereka coba memperdaya. Ada juga pangeran dan saudagar menawarkan diri tuk bersama mencapai haluan. Tapi bunda tak mudah percaya lagi. Takut tertipu kembali. Yang ada di benaknya waktu itu hanya bagaimana antarkan aku dan adikku agar bisa mandiri mengarungi samudra kehidupan. Bunda sadar tak selamanya beliau kan kuat berlayar. Maka dia bekali aku dengan ilmu dan pengetahuan. Cinta dan kasih sayang pada sesama. Karena itu modal untuk gapai bahagia sejati.

Perjalanan Bunda telah mengantarku ke pengembaraan ku sendiri. Di Tanah para sultan aku mencari arti kehidupan sesungguhnya. Mengamalkan semua ilmu hidup yang kau ajarkan. Menuai cinta dan kasih yang telah kau semaikan.
Satu pesan beliau yang sangat kuingat hingga kini.
“Laki-laki dihargai karena kata-katanya”
Kuartikan, besar harapanmu agar aku selalu memegang janji dan jujur dalam kehidupan. Karena apalah nilai seorang manusia jika tanpa kejujuran. Jika aku mengingkari setiap kata yang keluar dari mulutku berarti aku telah mengingkari penciptaanku. Mengingkari karunia Alloh yang telah menghembuskan ruhku dalam rahimnya. Ruhku berhutang pada tubuhnya.

Bunda aku rindu padamu. Kangen petuahmu. Aku ingin pulang. Barang sebentar ingin berjumpa denganmu. Mencium tanganmu. Karena kutemukan damai di situ.



Damarati, yang lagi kangen Bundanya

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah Kata-katanya bagus lho......

bikin kata2 lagi yang lebih bagus donk........

Anonim mengatakan...

da....
bundamu emang hebat banget
;-)
jadi terharu