Senin, Februari 11, 2019

NYANTRI SEHARI DI PULAU TERLUAR NKRI

"Jika seseorang bepergian dengan tujuan mencari ilmu, maka Allah akan menjadikan perjalanannya seperti perjalanan menuju surga" - Nabi Muhammad SAW.

Traveling ke pulau-pulau terluar nusantara adalah wisata keluarga yang kami pilih saat saya bekerja di Batam. Mengunjungi satu per satu gugusan pulau, menyalurkan rasa ingin tahu suasana tempat baru, silaturahmi dan memperoleh pengalaman seru dari destinasi yang baru pertama kali kami kunjungi. Menemukan interaksi yang jujur antara kami dengan alam, kejutan peristiwa selama perjalanan nan mendebarkan sekaligus menyenangkan dan melihat kehidupan khas warga lokal. Alam Indonesia memang subhanallah indahnya, menyegarkan jiwa, membebaskan pikiran. Kesederhanaan, jujur dan sambutan kekeluargaan warga pulau adalah kesan terbaik yang kami terima di beberapa destinasi yang kami singgahi.
Satu kunjungan yang paling berkesan akan kami bagi kepada pembaca budiman. Agenda kunjungan itu adalah untuk menyalurkan buku bacaan di pulau Galang dan pulau Abang. Ini adalah salah satu kisah perjalanan kami sekitar bulan Agustus tahun 2016. Pondok pesantren Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) terletak di pulau Galang dan pulau Abang menjadi dua titik lokasi penyerahan buku yang diamanahkan oleh komunitas Rumahitam Batam dan komunitas Rumah Dunia Serang, Banten. Iktiar dari silaturahmi, berbagi manfaat gerakan literasi dan merasakan berinteraksi dengan kehidupan pesantren di salah satu pulau terluar nusantara. Ada pengalaman menarik selama bermalam di pesantren SPMAA Batam yang tak dapat ditemui di keseharian kami sekeluarga di kota Batam. Momen ini pada akhirnya menjadi refleksi dan sarana belajar buat kami  sekeluarga agar selalu bersabar dan bersyukur atas nikmat kehidupan kami saat ini. Pemahaman ini kami dapati salah satunya karena berkaca dan merasakan kehidupan pesantren di pulau terluar, meskipun hanya sehari semalam.
Kunjungan silaturahmi kami ke pesantren SPMAA pulau Galang pertama kali di akhir 2015. Kami melihat potensi dan semangat membaca teman-teman santri serta anak-anak warga sekitar pondok untuk membaca sangat tinggi. Bahan bacaan adalah kemewahan yang belum tersedia. Hal ini menginspirasi kami untuk mendirikan rintisan taman bacaan di ponpes SPMAA pulau Galang dan pulau Abang. Sumber bahan bacaan kami kumpulkan dari jejaring komunitas Rumahitam dan komunitas Rumah Dunia untuk inisiasi taman bacaan ini. 
Kunjungan kedua kami dengan agenda mengantar buku Pesantren SPMAA Pulau Galang di sabtu sore selepas Dzuhur minggu pertama di bulan Agustus 2016. Melaju dengan Ertiga membawa 817 buku untuk kami salurkan, sebuah misi literasi kami sekeluarga. Setelah satu setengah jam perjalanan, azan Ashar berkumandang dan kami tiba di pondok pesantren SPMAA pulau Galang.
Kami disambut oleh Ustadz Ainun Ustana dan beberapa santri. Saat kami datang masih berlangsung kegiatan belajar di TPA Al Muchtary, taman pendidikan Al Qur'an yang merupakan bagian dari SPMAA pulau Galang. Anak-anak sangat senang dan antusias untuk membaca buku-buku yang kami bawa. Senyum ceria dan bahagia anak-anak TPA Al Muchtary hal terindah saat amanah buku telah tertunai. Sambutan keramahan, kekeluargaan dan senyum gembira anak-anak pulau Galang di titik pertama penyerahan buku ini, memompa semangat kami sekeluarga untuk menuntaskan penyerahan buku di lokasi berikutnya, pesantren SPMAA Pulau Abang.
Sekilas cerita tentang pesantren SPMAA Pulau Galang adalah sebuah lembaga pengembangan swadaya masyarakat nirlaba yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, lingkungan hidup dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui media pembinaan mental spiritual. Pesantren SPMAA berpusat di Desa Turi, Lamongan, Jawa Timur. Pesantren SPMAA Pulau Galang sendiri didirikan oleh Gus Hafidz Hafidz (Pimpinan Pondok Pesantren SPMAA Pulau Galang), yang merupakan putra dari Bapa Guru Muchtar pendiri pesantren SPMAA berpusat di Lamongan. Di kepulauan Riau ada tiga lokasi pesantren SPMAA antara lain SPMAA Punggur Kota Batam, SPMAA pulau Galang dan SPMAA Pulau Abang.
Kondisi bagunan Pesantren SPMAA pulau Galang saat itu masih sangat sederhana. Sarana fisik infrastuktur pesatren terdiri dari lima bangunan utama yaitu musholla, pondok kayu beratap sirap, dua buah ruang kontainer untuk tempat ustadz dan santri putri serta  bangunan semi permanen berdinding bambu beratap daun kelapa kering yang berfungi sebagai dapur umum. Hanya musholla yang berdinding tembok berbentuk rumah panggung berukuran berukuran 6 x 8 meter. Musholla ini menjadi pusat kegiatan ibadah dan belajar bagi para santri. Di tengah kondisi fasilitas yang minim, pesantren SPMAA pulau Galang tetap konsisten berkontribusi bidang sosial, pendidikan, lingkungan hidup dan peningkatan ekonomi masyarakat pulau Galang.
Latar belakang para santri pesantren SPMAA pulau Galang berasal dari lulusan pesantren SPMAA Lamongan. Mereka disebut Tenaga penyayang umat (TPU) istilah di SPMAA. Ada juga santri yang berasal dari masyarakat pulau Galang dan sekitarnya. Mereka adalah anak-anak nelayan, pekerja kebun, pedagang kaki lima dan buruh pabrik. Mereka secara kwantitatif masih mendominasi  sistem sosial masyarakat. Mekipun tak jauh dari kota Batam, ibukota provinsi Kepulauan Riau masih sedikit lembaga pendididkan yang mau menjamah dan memfasilitasi permasalahan pendidikan dan kebutuhan utama masyarakat di daerah hinterland ini. Mengacu pada realitas yang demikian itu, maka prakarsa untuk mewujudkan gagasan pendirian Pesantren SPMAA Pulau Galang sebagai sumber inspirasi, motivasi dan inovasi dalam pembangunan masyarakat yang lebih berdaya dalam pendidikan agama.
Hari sudah menuju petang, kami berpamitan dan mengejar jadwal kapal penyeberangan agar tak kemalaman tiba di pelabuhan Cangkang pintu penyeberangan menuju Pesantren Pulau Abang. Ustadz Ainun mengantar kami karena khawatir kami tidak dapat kapal terakhir ke pulau Abang. Kekhawatiran itu menjadi kenyataan, kami terlambat tiba jam 6 sore, jadwal kapal terakhir jam 5 sore. Di pelabuhan perintis ini jadwal kapal yang difasilitasi gratis pemko Batam hanya dua kali sehari, jam 12 siang dan jam 5 sore pulang pergi. Diluar jadwal itu, pengguna moda transportasi laut harus mengeluarkan tambahan uang dua puluh lima ribu untuk naik kapal pompong nelayan yang menyewakan kapalnya. Transportasi vital ini yang menghubungkan pulau Galang Baru dan pulau-pulau lain di kepulauan Batam.
Ada kebaikan di petang itu, kami dapat tumpangan kapal. Kapal ikan dan barang milik toeke Hasyim, saudagar dari pulau Abang. Penyeberangan terakhir hari ini menyelamatkan kami dari balik badan kembali ke Batam. Kami digratiskan naik kapal ini, bersama tumpukan barang dan buku  memposisikan diri mencari tempat duduk di buritan kapal kayu ini. Pengalaman seru buat kami sekeluarga, Ini perjalanan pertama kami sekeluarga dengan kapal ikan. Devi istriku menyalakan senter di hapenya, mencoba menenangkan kedua putra kami Sabda dan Bumi. Gelap membuat mereka gelisah dan terus bertanya "kapan kita sampai?". Sepanjang perjalan kapal bergoyang dipermaikan ombak. Di atas buritan mencoba melihat tanpa cukup penerangan. Lampu hanya ada di depan anjungan kapal, penunjuk haluan saat malam merayap di tengah laut Cina Selatan.
Kapal kami bersandar di pulau Abang pukul tujuh malam, kami turun di dermaga Hasyim milik saudagar pemilik dermaga dan pabrik es batu di pulau ini. Teman-teman santri SPMAA Pulau Abang sudah menyambut kami. "Ada dua cara untuk mencapai lokasi pesantren, berjalan kaki dan naik motor sekitar 1 km dari dermaga" kata mas Herman Toni salah seorang anggota TPU.  Saya dan Devi berjalan kaki, Sabda dan Bumi naik motor bersama seorang santri menuju lokasi. Kami berjalan menyusuri pemukiman nelayan, rumah panggung di atas pantai, jalan setapak gelap menanjak ke perbukitan dimana lokasi pesantren berdire. Penerangan senter hp jadi andalan penunjuk jalan, mengidentifikasi jalan setapak di sebelah kiri jurang ke pantai sisi kanan tebing curam rimbun semak belukar.
Setelah setengah jam perjalan kami tiba di lokasi Pesantren. Ustadz Toni dan kudua anak kami sudah tiba lokasi. Tampak dalam remang beberapa bangunan kayu di atas bukit, menapaki tangga tanah tanpa semen untuk mencapainya rumah kayu itu. Para santri menyambut kami. Dipersilahkan masuk kami masuk kesalah satu bangunan yang langsung menghadap ke laut, mereka menyebutnya pondok tamu. Bangunan kayu berdinding papan, lantai semen tanpa keramik dan atap spandek. Sebagian besar bahan bagunan menggunakan kayu dari hutan. Suasana temaram dari lampu LED 5 watt dari panel surya terengah engah mencoba menerangi seluruh ruangan.
Panggilan azan isya terdengar setelah sejenak kami beristirahat. Seluruh santri menuju masjid di sebelah pondok kami. Kurang  dari sepuluh orang jamaah sholat isya. Mereka tenaga penyayang umat yang bertugas di pesantren ini. Selesai sholat isya Ustadz Ainun memperkenalkan saya kepada jamaah. Saya menyampaikan maksud dan tujuan silaturahmi ini. Buku yang diamanahkan kami serahkan. Dilanjutkan dengan perkenalan masing-masing Santri. Disitu saya tahu, beberapa santri telah berkeluarga dan membawa istri mereka untuk mendedikasikan ilmu dan hidupnya sebagai TPU pesantren SPMAA Pulau Abang. Mereka merupakan lulusan pesantren SPMAA pusat Lamongan. Sebuah pilihan mengabdi untuk menjadi pendidik agama dan garda kemanusian di pulau terluar nusantara yang langka diantara banyak pilihan gemerlap dunia dan menjadikannya sebagai panglima cita-cita.
Diskusi ba'da isya kami akhiri seklitar jam sembilan malam. Setelah itu saya berekelilng melihat suasana masjid seukuran setengah lapangan futsal. Bangunan masjid dari kayu hutan, baik dinding, rangka atap tanpa pintu dan jendela. Angin laut leluasa masuk ke dalam masjid. Lantai semen beralas tikar yang tak baru lagi, kusam dan berlubang beberapa bagian. Dinding masjid dari susunan vertikal potongan kayu hutan membebaskan angin malam bebas masuk meningkahi suasana malam ini. Kami takjub pada semangat pendirian pesantren di pulau ini. Di tengah pulau, membuka hutan, mendirikan bangunan dengan material dan sarana seadanya. Hasilnya sebuah pesantren yang memberikan secercah harapan untuk mensyiarkan islam di pulau ini.
Dari Gus Hafidz berkisah tentang pendirian Pesantren Pulau Abang dilatarbelakangi masalah kurangnya sarana pendidkan di Pulau Abang. Warga pulau Abang datang ke SPMAA Pulau Galang meminta pendirian pesantren ini. Musyawarah warga memutuskan menghibahkan tanah di atas bukit sebagai lokasi pesantren. Letak pesantren di antara jalan yang menghubungkan dua desa, desa Pulau Abang dan Desa Air Saga. Sebagai informasi pulau Abang adalah sebuah pulau kecil dengan populasi sekitar 1500 orang yang terletak di Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi  Kepulauan Riau yang  letknya  sekitar 137 km  sebelah selatan Kota Batam. Kepulauan Batam memiliki   62  pulau-pulau kecil yang diantaranya hanya  15 pulau  saja yang berpenghuni. Kota Batam  sendiri sebagai  ibu kota  provinsi  menjadi ikon dan barometer bagi kemajuan industri  dan pembangunan di provinsi baru ini. Kelurahan Pulau Abang  ini  masih memiliki  potensi sumberdaya  laut  yang  besar dan dapat  dikembangkan bagi  kepentingan ekonomi nelayan dan pariwisata. Pulau dengan air biru jernih ini kian populer saat berbagai penyedia jasa tour and travel menawarkan kegiatan snorkeling. Keindahan taman bawah launtnya tak kalah dengan Bunaken. Pulau Abang ini dapat dituju dengan menggunakan perahu bot atau lebih dikenal bot pompong dari jembatan 6 Barelang (kurang lebih 12 km) sekitar setengah jam perjalanan.
Malam makin larut sayup terdengar bunyi genset, sumber energi utama untuk menerangi pulau ini. Jaringan listrik dari PLN belum bisa masuk, mungkin karena lokasi terpencil dan butuh dana besar untuk membangun jaringan listrik disini. Bukan hal aneh listrik jadi barang mewah. Masyarakat mengandalkan genset dari pabrik es batu. Durasi aliran listrik mulai pukul lima sore sampai jam sepuluh malam. Untuk keperluan listrik di siang hari pemilik genset mematok harga lima puluh ribu rupiah sewa per jam. Mengantisipasi agar hp tetap aktif kami harus bergantian untuk mengisi baterai HP, karena pukul 12 malam aliran listrik genset akan padam. Saya melihat betapa ketimpangan sarana pembangunan begitu nyata di tempat ini. Pengalaman perjalanan di pesantren SPMAA pulau Abang menyodorkan sebuah fakta. Ada kesenjangan kesempatan dan belum merata manfaat pembangunan diterima oleh setiap warga negara Indonesia.


Damarati Sabda, relawan rumah dunia, relawan motor literasi, masih terus belajar agar punya nafas panjang untuk menulis.

Click

Tidak ada komentar: